QUO VADIS UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN PEMATANGSIANTAR?

Latarnews.com,Sen(27/1) Quo vadis Universitas HKBP Nommensen Pematangiantar?
Ini menjadi pertanyaan yang tepat mengawali tulisanku.
Dua tahun sudah Universitas HKBP Pematangsiantar mengawali kiprahnya dalam dunia pendidikan
Sebagai lembaga yang baru saja orbit dalam dunia pendidikan, sudah patut dan selayaknya instansi ini membuat gebrakan dan inovasi baru yang berdasar pada tri dharma perguruan tinggi.
namun realitas yang terjadi adalah Universitas HKBP Pematangsiantar mempertontonkan sebuah hal yang membuat saya menundukkan kepala dengan rasa kecewa dan malu.
Ya, Aku tak mendengar lagi Universitas HKBP Nommensen yang cadas, kritis dan Frontal sebagai agent pendamping masyarakat.
Universitas HKBP Nommensen punya sejarah yang kita patut bangga seperti aksi menolak kenaikan BBM tahun 2013, aksi pemboikotan bandara polonia dan yang tak lupa adalah frontalnya KBM UHN dalam aksi buruh pada tanggal 1 Mei 2003 yang menewaskan salah satu mahasiswa yang sering disebut sebagai nommensen berdarah.
Dalam bidang akademik Universitas HKBP juga pernah mengukir prestasi Ketika itu Universitas HKBP Nommensen menghantam Universitas Indonesia dalam debat yang ditayangkan oleh salah satu stasiun televisi di tahun 2014 dan hal-hal seperti itulah yang menjadikan Universitas HKBP Nommensen menjadi sebuah barometer dalam gerakan mahasiswa disumatera utara
namun Universitas HKBP Pematangsiantar saat ini telah kehilangan tajinya, ia tak mengikuti jejak pendahulunya
Siapa yang patut disalahkan?
Lembaganya? tentu bukan!
Tentu para birokrasi yang ada pada tubuh Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar.
Mengapa demikian?
Hal tersebut tentunya memiliki dasar yang sangat kuat.
Universitas HKBP Pematangsiantar saat ini bukanlah sebagai lembaga yang pendidikan yang memanusiakan manusia.
hal ini ditandai dengan
Mulai dari kegiatan penerimaan mahasiswa baru yang menurutku tak berdampak terhadap karakter mahasiswa, tak adanya support kepada kegiatan mahasiswa yang bervisi pada sosial masyarakat
Metode pembelajaran yang kaku, yang lebih mengedepankan otoriter seorang pendidik didalamnya walaupun tak semua begitu.
belum lagi kebijakan Birokrasi kampus terhadap sistem pembayaran uang kuliah yang tak ada dispensasi
semakin memperburuk citra lembaga tersebut.
Ia berubah haluan, ia hanya dijadikan sebagai alat untuk menghasilkan produk produk manusia yang gila akan kerja
apakah orientasi pendidikan adalah pekerjaan?
ya terjadi saat ini adalah keidealisan seorang mahasiswa telah direnggut oleh kepentingan-kepentingan birokrasi
maka tak heran yang terdengar kabar kepermukaan umum adalah perpecahan diantara mahasiswa atas sikap pihak akademik yang tidak objektif.
apalagi kabar yang baru santer terdengar tentang kasus “dosen menyerahkan 8 mahasiswa kekantor kepolisian karna diduga memakai narkoba jenis ganja yang tak ada barang bukti”.
Pertanyaanku, Atas dasar apa dosen tersebut menyerahkan mereka kepada pihak kepolisian?
tapi begitupun
Siapa yang bertanggung jawab akan hal ini?
Tentunya pihak akademik dong, di analogikan seperti permainan sepak bola
akademik adalah seorang coach yang mengembangkan, mengatur dan mendidik mahasiswanya yang menjadi corong utama di masyarakat
jangan memanfaatkan kekuasaan demi mengeksploitasi mahasiswa untuk kepentingan pribadi semata
tulisan ini bukan bermaksud untuk menjatuhkan atau memburukkan lembaga yang dimaksud sebelumnya
sekali lagi bukan bermaksud
maaf,terimakasih!
Oleh: Andro Girsang