Nasional

Layakkah Kata “ANJAY” Dipakai? Junifer Siregar Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP UHKBPNP

Situs Berita Online Latarnews

Latarnews.com- Akhir-akhir ini kata “Anjay” sedang hangat diperbincangkan, ditambah dengan pasca keputusan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang meminta untuk menghentikan pemakaian kata “Anjay”. Mengapa demikian?


Menurut Komnas PA kata “Anjay” dalam konteks berbahasa termasuk dalam bentuk kekerasan verbal. Jika unsur kekerasan dan definisi kekerasan terpenuhi sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak maka orang tersebut bisa berpotensi dipidana.


Junifer Siregar, yang merupakan Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP UHKBPNP menuturkan, bahwa bahasa taat pada konteks. Sehingga pengguna bahasa harus memahami konteks tuturan. Penutur bahasa dapat memakai bahasa (dalam kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana) jika memahami penggunaan bahasa tersebut.

Sebab setiap bahasa memiliki makna yang berbeda, sesuai dengan konteks pemakaian bahasa tersebut. Artinya, agar bahasa dapat dipahami maksudnya, maknanya, dan tujuannya dibutuhkan pemahaman mengenai pemaknaan sebuah bahasa.


Lebih lanjut, menurut Junifer Siregar bahwa pemaknaan sebuah bahasa dapat dikaji secara leksikal, gramatikal, dan pragmatis. Leksikal adalah bentuk ajektif yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon (kosa kata, perbendaharan kata). Secara sederhana makna leksikal adalah makna yang bersifat leksikon, bersifat kata, dan sesuai dengan referennya. Kata “Anjay” tidak memiliki referen yang baku.

Sehingga tidak dapat diinterpretasikan maknya secara leksikal. Jika sebuah kata tidak bisa dikaji secara leksikal maka dapat dikaji secara gramatikal. Makna gramatikal adalah makna yang timbul sebagai akibat adanya proses gramatika, seperti proses afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Makna kata “Anjay” tidak dapat ditemukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Sehingga kita tidak bisa temukan makna gramatikalnya.

Misalnya, tidak ada kata “Menganjaykan”, tidak ada kata “Beranjay”, “Beranjay-anjay” dan lain sebagainya. Nah, jika sebuah kata tidak dapat dikaji dengan makna leksikal, dan gramatikal maka dapat dikaji secara pragmatis.
Kata “Anjay” dapat dikaji dari perspektif makna pragmatis, agar dapat dipakai di kalangan masyarakat. Namun, perlu dipahami konteks pemakaiannya (siapa penuturnya, siapa lawan tuturnya, kapan dituturkan, di mana dituturkan, bagaimana suasana tutur, dan bagaimana budaya, sosial masyarakatnya).

Secara pragmatis penggunaan kata “Anjay” dapat bermakna positif atau bermakna negatif. Hal itu sesuai dengan konteks bertutur dan budaya tuturnya (sosiolinguistik). Oleh sebab itu setiap penutur bahasa harus mampu memahami konteks bertutur. Dipandang dari sosiolinguistiknya, kata “Anjay” dapat menggambarkan sebagai rasa kekaguman, jika suasana bertuturnya pada ragam santai. Dia mencontohkan pada tuturan berikut:
A: “Kamu cantik lho”!
B : Gue, uda punya cowok.
A : Oiya! “Anjay”.
B : Ya, iya lha. Secara gue cantik.
Secara Pragmatis, di dalam tuturan di atas, kata “Anjay” bermakna “hebat, keren, mantap”. Makna tersebut diperoleh karena faktor sosial, dan kedekatan (sosiolinguistik) antara penutur dan lawan tutur. Namun, kata “Anjay” dapat bermakna negatif, yakni “Anjing” sehingga dianggap negatif, dan dapat merendahkan.

Kata “Anjay” akan lebih baik dipakai saat ragam santai, dan pada usia yang sebaya. Mengapa demikian? Karena salah satu dari unsur konteks tuturan yakni situasi tutur sangat mempengaruhi. Pada tuturan di atas, mencerminkan hubungan emosional, serta hubungan sosial (kedekatan, usia) antara A dan B sudah terbangun dengan baik.
Oleh sebab itu, setiap bahasa tidak dapat hanya dimaknai secara teks, tapi harus juga melibatkan konteks.

Kata-kata gaul (slank) seperti “Anjay” yang tidak jelas siapa yang pertama sekali mempopulerkan kata tersebut dapat saja dipakai sebagai bahasa gaul. Bahasa-bahasa gaul yang diserap dari bahasa asing (kata, frasa, klausa, kalimat) merupakan kekayaan kosa kata kita secara lisan dan dalam ragam santai/non ilmiah. Intinya, setiap pemakai bahasa harus memahami konteks bahasa, sehingga dapat memakai bahasa dengan baik dan benar, tutupnya.

F/001

Tinggalkan Balasan