LatarNews, Jakarta– Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto (GEMAS) mengirimkan buku Kita Merawat Ingatan ke Kementerian Sosial sebagai wujud penolakan terhadap rencana pemberian gelar pahlawan nasional kepadaSoeharto.
GEMAS adalah gerakan masyarakat sipil yang terdiri dari individu, organisasi masyarakat sipil, serta para korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat maupun pelanggaran HAM lainnya. Mereka aktif menentang wacana pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto yang saat ini sedang dipertimbangkan oleh Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Sosial.
Kepala Divisi Pengawasan Impunitas Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Jane Rosalina menyampaikan bahwa buku dengan judul lengkap Kita Merawat Ingatan: Menolak Gelar Pahlawan Soeharto memuat berbagai argumen, data, dan informasi yang menjadi dasar utama mengapa gelar pahlawan nasional bagi Soeharto tidak pantas diberikan.
“Buku ini terdiri dari 2.183 halaman dan selanjutnya dikirimkan oleh Dirjen Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Sosial karena lembaga tersebut mengurusi bidang yang akan mengusulkan gelar pahlawan nasional, salah satunya Soeharto,” ujar Jane kepada Tempo, Selasa, 8 Juli 2025.
Jane menyatakan pengiriman buku ini dilakukan sebagai bagian dari partisipasi masyarakat sesuai ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan dalam sebuah usulan gelar pahlawan.
GEMAS menganggap bahwa catatan pemerintahan Soeharto selama masa Orde Baru menunjukkan adanya pola kekuasaan yang otoriter dan represif yang menyebabkan terjadinya pelanggaran berat terhadap HAM.
Menurut Jane, kekuasaan Orde Baru diwarnai berbagai pelanggaran HAM yang mencakup pembunuhan, penghilangan orang secara paksa, penyiksaan, kekerasan seksual, kekerasan terhadap perempuan, hingga pencurian tanah dan diskriminasi sosial yang terstruktur.
“Soeharto dianggap tidak memenuhi kriteria sebagai pahlawan nasional karena catatan sejarahnya bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan kerakyatan yang menjadi dasar pemberian gelar tersebut sesuai dengan pasal 2 UU GTK,” ujar Jane.
GEMAS juga menilai Soeharto tidak memiliki integritas moral dan teladan sebagaimana diatur dalam Pasal 25 huruf (b) UU GTK. Bahkan, menurut Jane, catatan kehidupan Soeharto selama 32 tahun memimpin menunjukkan keterlibatannya dalam pelanggaran berat HAM, praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme yang sistematis, serta kebijakan represif yang menyebabkan ribuan nyawa warga sipil hilang.
Oleh karena itu, GEMAS mengajukan permohonan kepada Dirjen Pemberdayaan Masyarakat Mira Riyati Kurniasih agar membaca dengan cermat dan mempertimbangkan secara mendalam seluruh argumen, data, dan informasi yang tercantum dalam buku Kita Merawat Ingatan agar Soeharto tidak diajukan sebagai pahlawan.
“Buku ini bisa menjadi bahan diskusi bersama Tim Pengkaji dan Peneliti Gelar Pahlawan (TP2GP) sebelum akhirnya dibahas oleh Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan yang saat ini dipimpin oleh Fadli Zon,” ujar Jane.
Sebelumnya, Menteri Sosial Saifullah Yusuf menyatakan timnya masih dalam proses diskusi untuk menentukan nama-nama yang akan lolos sebagai calon penerima gelar pahlawan nasional. Ia menyebutkan bahwa daftar nama tersebut, termasuk Soeharto, akan disampaikan kepada Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) pada bulan Agustus mendatang.
“Kemungkinan pada bulan Agustus nanti, mengenai gelar pahlawannya, termasuk Soeharto, akan kami sampaikan pada waktunya,” kata Saifullah Yusuf saat diwawancarai setelah rapat di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 7 Juli 2025.
Laki-laki yang akrab dipanggil Gus Ipul ini mengatakan tidak ada hambatan apa pun dalam proses pemilihan nama tersebut. Ia menyatakan bahwa lambatnya proses penentuan nama ini disebabkan oleh Kemensos yang mematuhi jadwal yang telah ditetapkan oleh undang-undang.
Soeharto tercantum dalam daftar penerima gelar pahlawan nasional tahun ini mendapat perhatian masyarakat karena mendapat banyak penolakan. Salah satu kelompok yang menentang adalah Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).
Mereka menganggap usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepadaSoehartosebagai bentuk penghinaan terhadap para korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi selama masa pemerintahan Orde Baru.
Selanjutnya, pahlawan nasional merupakan gelar yang diberikan kepada penduduk Indonesia atau individu yang berjuang melawan penjajahan di kawasan yang saat ini menjadi wilayah Indonesia.
Setelah nama-nama yang diajukan oleh daerah dipilih oleh Kemensos, penentuan pemberian gelar pahlawan akan dilakukan oleh Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat yang dipimpin oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon.
Dede Leni Mardiantimembantu dalam penyusunan artikel ini